Mengulik kembali Kenangan saat masih di Kampus Sering kita mendengar istilah Mapala yang diplesetkan menjadi “mahasiswa paling lama”. Mungkin plesetan ini lahir karena banyaknya anak Mapala yang lulus tidak pada waktunya, bahkan ada yang hampir menjadi penghuni tetap kampus atau “mahasiswa abadi”. Aku sendiri belum pernah mendengar adanya penelitian yang meneliti tingkat prestasi anak Mapala, tapi aku yakin plesetan “mahasiswa paling lama” itu ada benarnya.
Jangan Sampai Naik Gunung Terganggu Gara-Gara Kuliah!! Kalimat itu sering dilontarkan sebagai lelucon saat sedang menghadapi terbenturnya kegiatan dengan jadwal kuliah. Pendakian yang waktu nya tidak cukup dilakukan saat weekend, rapat di Mapala lain pas jam kuliah, lomba-lomba yang diadakan saat hari kuliah atau sekedar nonton panjat tebing di kampus lain. Maka bolos, cabut atau titip absen sah-sah saja dilakukan, ada tugas? Tinggal titip sama teman, soal nanti bisa mengerjakan soal atau tidak waktu ujian, itu masalah yang bisa difikirkan belakangan.
Beraktifitas diluar kampus dianggap lebih asyik ketimbang mendengar celotehan dosen yang monoton dan penuh teori. “Keberhasilan hidup bukan sepenuhnya dari prestasi akademik” kata beberapa orang yang diucapkan dari keyakinan ataupun sekedar membela diri atas waktu kuliahnya yang sudah melewati batas waktu yang pada umumnya dianggap masih wajar.
Beberapa orang anggota mempunyai prestasi akademik yang tidak mengecewakan, menyelesaikan studi sesuai dengan waktu ideal yang ditentukan di dalam katalog fakultas-fakultas dan ada juga yang melanjutkan ke jenjang S2. Tapi banyak yang hanya mendapat nilai IPK pas-pasan bahkan ada yang akhirnya memutuskan untuk berhenti kuliah karena merasa IPK yang dianggap sudah tidak bisa diperbaikin lagi. Kegiatan organisasi tentu tak sepenuhnya dipersalahkan dalam hal ini, karena ketika memutuskan akan mengikuti suatu kegiatan sesungguhnya kita sudah harus memilah kegiatan apa yang akan berakibat negatif pada studi dan yang tidak.
Bagi yang “serius” dalam kuliah, sering harus rela melepaskan suatu kegiatan yang tentunya membuat kepala menjadi senut-senut membayangkan asyiknya mendaki atau mengarungi jeram-jeram sungai. Buat yang absensinya masih “ada jatah” buat bolos, bisa dengan gagah mengangkat ranselnya meski saat berangkat sang dosen mengamati dari jauh berfikir “bukannya dia masuk kuliah saya nanti?”.
Di fakultas Hukum, Ekonomi dan Sospol atau FKIP yang punya murid ribuan per angkatan dan ratusan per satu kelas perkuliahan, dosen rata-rata tidak mengenal mahasiswanya. Tidak demikian halnya dengan fakultas yang mahasiswanya hanya puluhan perkelas seperti sastra, Mipa, Pertanian ataupun Tehnik.. dosen dengan mudah mengenali semua mahasiswanya terutama yang berpenampilan “beda” seperti sendal jepit, sendal gunung, jeans kumel dan ransel pasti dengan mudah dapat dikenali. Hal ini bisa menguntungkan jika sang dosen punya pandangan positif terhadap kegiatan Mapala namun bisa juga sebaliknya.
Menitipkan absen pun bisa jadi hal yang sangat berbahaya karena seorang dosen bisa menjadi sangat marah ketika ia menyadari telah ditipu. Tapi resiko harus diambil karena “no risk no fun” kata orang pintar. Maka nilai yang “EROR” karena ketahuan “nitip absen” atau “DODOL” karena jumlah kehadiran diperkuliahan dianggap tidak memadai, tugas yang terlambat diserahkan atau ditolak sama sekali karena sudah melewati waktu yang ditentukan. Maka setiap musim pengumuman hasil ujian atau pembagian kartu hasil studi (KHS) terdengarlah lenguhan-lenguhan, penyesalan bahkan umpatan di sekretariat. Ada yang menyimpan KHS nya di map dengan manisnya, ada yang menatapi terus menerus sambil pegang kalkulator (menghitung-hitung kembali dengan harapan komputernya tata usaha salah hitung) bahkan ada yang langsung merobek-robek nya sampai ukuran terkecil yang bisa dilakukan oleh jari, dengan harapan tidak akan bisa dibaca lagi oleh orang lain.
Di semester berikutnya ada yang tetap memegang prinsip “jangan sampai naik gunung terganggu gara-gara kuliah” dan ada yang tiba-tiba menghilang dari sekretariat dan pura-pura menjadi rajin kuliah. Tapi itu tak pernah bertahan lama. (Ini hanya sebagian apa yang dilihat, dirasakan dan dialami oleh penulis. mengenai yang terbaik untuk kita tergatung kita masing-masing bagaimana cara kita menjalaninya) Thanks.....
Banggai Island, 09 Oktober 2011
By. M.A. Yusuf
Di fakultas Hukum, Ekonomi dan Sospol atau FKIP yang punya murid ribuan per angkatan dan ratusan per satu kelas perkuliahan, dosen rata-rata tidak mengenal mahasiswanya. Tidak demikian halnya dengan fakultas yang mahasiswanya hanya puluhan perkelas seperti sastra, Mipa, Pertanian ataupun Tehnik.. dosen dengan mudah mengenali semua mahasiswanya terutama yang berpenampilan “beda” seperti sendal jepit, sendal gunung, jeans kumel dan ransel pasti dengan mudah dapat dikenali. Hal ini bisa menguntungkan jika sang dosen punya pandangan positif terhadap kegiatan Mapala namun bisa juga sebaliknya.
Menitipkan absen pun bisa jadi hal yang sangat berbahaya karena seorang dosen bisa menjadi sangat marah ketika ia menyadari telah ditipu. Tapi resiko harus diambil karena “no risk no fun” kata orang pintar. Maka nilai yang “EROR” karena ketahuan “nitip absen” atau “DODOL” karena jumlah kehadiran diperkuliahan dianggap tidak memadai, tugas yang terlambat diserahkan atau ditolak sama sekali karena sudah melewati waktu yang ditentukan. Maka setiap musim pengumuman hasil ujian atau pembagian kartu hasil studi (KHS) terdengarlah lenguhan-lenguhan, penyesalan bahkan umpatan di sekretariat. Ada yang menyimpan KHS nya di map dengan manisnya, ada yang menatapi terus menerus sambil pegang kalkulator (menghitung-hitung kembali dengan harapan komputernya tata usaha salah hitung) bahkan ada yang langsung merobek-robek nya sampai ukuran terkecil yang bisa dilakukan oleh jari, dengan harapan tidak akan bisa dibaca lagi oleh orang lain.
Di semester berikutnya ada yang tetap memegang prinsip “jangan sampai naik gunung terganggu gara-gara kuliah” dan ada yang tiba-tiba menghilang dari sekretariat dan pura-pura menjadi rajin kuliah. Tapi itu tak pernah bertahan lama. (Ini hanya sebagian apa yang dilihat, dirasakan dan dialami oleh penulis. mengenai yang terbaik untuk kita tergatung kita masing-masing bagaimana cara kita menjalaninya) Thanks.....
Banggai Island, 09 Oktober 2011
By. M.A. Yusuf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar