Sesi Tanya Jawab |
Serius,
tegang, dan, mengaggumkan dalam suasana seminar Lingkungan hidup yang
dilaksanakan oleh Mapala Kumtapala Fakultas Hukum Univ. Tadulako yang berkerjasama dengan IPPMD, dikecamatan
Dondo, Tolitoli. Pada tanggal 6 Februari 2012.
Seperti
halnya dengan wilayah-wilayah lain, kecamatan Dondo merupakan salah satu daerah
menjadi sasaran investor asing untuk mengeruk sumber daya alamnya. Kemudian
dari hasil investigasi, bahwa di Dondo sudah mengalami degradasi lingkungan. Maka, sasaran Kumtapala kali ini di kecamatan
Dondo.
Seminar
ini, juga menyadarkan masyarakat akan pentingnya menjaga dan melestarikan
lingungan sekitar, agar tidak menjadi sebuah ancaman dimasa mendatang. Antusias
para peserta seminar, membanjiri aula kecamatan Dondo, sebagai letak lokasi
seminar. Sebagai bukti, bahwa masyarakat ingin memahami lebih dalam akan pentingnya
menjaga lingkungan.
Narasumber Seminar Lingkungan |
Pembukaan,
yang diawali dari laporan ketua panitia pelaksana itu, menjadi sebuah catatan
sejarah bagi masyarakat Dondo. Mengapa? Karena menurut tokoh masyarakat Dondo,
selama berpuluh-puluh tahun tokoh masyarakat Dondo ingin melaksanakan seminar,
namun pemerintah kabupaten tidak pernah mensuport. Baru kali ini seminar dapat
dilaksanakan oleh Mahasiswa.
Seminar
lingkungan hidup ini, dibuka oleh Camat Dondo, Muhammad Muker, S.Sos. apresiasi
yang baik-pun diberikan kepada para penyelenggara. Suatu sambutan yang baik
selalu keluar dari mulut pak camat, dengan suaranya yang menggelegar itu,
beliau menyampaikan terima kasih pada kami, selaku mahasiswa yang senang
berkontribusi pada masyarakat. Tidak lama kemudian, “Palu” telah dipukul sebanyak
tiga kali bertandakan, bahwa seminar lingkungan telah dibuka.
Narasumber
yang siap memaparkan makalahnya kini sudah duduk didepan. Bersiap untuk
bertarung masing-masing “bacaan” pada peserta seminar. Pemateri diantaranya :
Badan Lingkungan Hidup (BLH), yang mewakili Bupati Tolitoli, DPR Tolitoli dan,
Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Sulteng.
Apa Kata Anggota Dewan Tolitoli?
Pemaparan Makalah: DPR Tolitoli |
Pemaparan
Ir. Rahmat Ali, yang mewakili Dewan Perwakilan Rayat Kabupaten Tolitoli,
bahwa Perda Lingkungann Hidup sudah dibuat
oleh DPR Tolitoli. Beliau juga mengungkapkan bahwa Musrembang tahun 2011
permintaaan masyarakat Tolitoli sebesar 2 triliun dan yang tersedia adalah
sekitar 200 M.
Rahmat
Ali juga memaparkan tentang UU Desa. Bahwa UU desa tersebut untuk membentuk otonomi
Desa, yang mana salah satunya membahas mengenai Dewan Adat dan mengatur tentang
aparat desa.
Lebih
lanjut, Rahmat membahas mengenai perusahaan tambang di daerah Tolitoli.
Bahwa terdapat banyak kendala: Pertama, daerah ini sudah dimiliki oleh
investor asing melalui kontrak karya. Menurutnya DPR tidak bisa berbuat
apa-apa, karena Kontrak Karya tersebut berasal dari pusat, jadi kami tidak bisa
mengintervensi kebijakan tersebut. Dari pembicaraan tersebut belum ada titik
temu dari beberapa pihak yang bersangkutan. Kedua
tidak adanya pemberitahuan atau minimal tembusan kepada DPR Tolitoli atas
izin perusahaan tersebut.
Bahwa
tidak boleh meloloskan pengusaha besar masuk didaerah untuk mengeruk Sumber Daya
Alam kita. Karena otonomi daerah sudah mengatur tentang hal itu. Hutan-hutan
kita semua pada gundul. UU-pun mengatakan setiap Hak Pengolahan Hutan (HPH)
harus melihat lingkungan disekitarnya. Tapi semua habis dibabat. Kenapa tidak
berjalan dengan lancar karena pihak terkait dengan dinas kehutanan saling bekerjasama
untuk mendapatkan duit kata Rahmat.
Terus, Bagaimana Dengan BLH Tolitoli?
Pemaparan Makalah: BLH Tolitoli |
Badan
Lingkungan Hidup pun mengakui. Ia, Ir. Budiman mengatakan, bahwa lingkungan di
Tolitoli, khususnya di kecamatan Dondo sudah mengalami degradasi.
Regulasi-regulasi yang selama ini dibuat, namun aplikasinya masih minim, tidak
sesuai dengan harapan.
Budiman juga mengungkapkan persoalan Lingkungan dan Amdal disetiap aktivitas perusahaan. Analisis mengenai dampak lingkungan
hidup adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau
kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
Lebih lanjut disampaikannya bahwa
selama ini AMDAL memerlukan waktu proses yang lama, tidak ada penegakan hukum terhadap pelanggar AMDAL, kontribusi pengelolaan
lingkungan yang masih rendah, menjadi beban biaya, dan dipandang sebagai komoditas ekonomi oleh (oknum) aparatur pemerintah, pemrakarsa atau konsultan.
Lebih rusaknya, ketika AMDAL justru hanya sebagai alat retribusi, bukan sebagai
bagian dari sebuah studi kelayakan, sehingga sering kali ditemui banyak AMDAL
yang justru melanggar tata ruang.
Ruh AMDAL ketika pertama kali
dikeluarkan kebijakan mengenainya, adalah merupakan bagian kegiatan studi
kelayakan rencana usaha dan/atau kegiatan. Hasil analisis mengenai dampak
lingkungan hidup digunakan sebagai bahan perencanaan pembangunan wilayah. Namun
dikarenakan minimnya pengetahuan dari pemerintah dan rakyat dalam memahami
AMDAL, menjadikan pemrakarsa dan konsultan menggunakan AMDAL sebagai sebuah
dokumen asal jadi, dan kecenderungan mengutip dokumen AMDAL lainnya sangat
tinggi. Sehingga AMDAL tidak dapat menjadi sebuah acuan kelayakan sebuah
kegiatan berjalan.
Apa Tanggapan Dari Aktivis Lingkungan?
Pemaparan Makalah: Jatam Sulteng |
Dalam
makalahnya, Andika, manager Riset dan Kampanye, Jatam Sulteng, dengan tema Berjuang
Melawan Dampak Pertambangan. Menjelaskan secara detail tentang lingkungan
dan ancaman bagi lingkungan di Dondo.
Siapa,
Pemain tambang di Dondo?
Percakapan
seputar ekspansi pertambangan kini telah meluas hingga ke wilayah Dondo
Kabupaten Toli-Toli. Ada begitu banyak perbincangan mengenai aktivitas
perusahaan dilapangan, namun tidak semua orang mengetahui dengan persis siapa
yang sesungguhnya sedang mengincar Toli-Toli, terutama wilayah Kecamatan Dondo
dan sekitarnya. Demikian pula konflik yang tengah memanas berkaitan dengan
keterlibatan Pemda sebagai fihak tergugat, dalam kasus tambang Dondo. Setelah
melalui pengamatan yang cukup lama dan verifikasi laporan-laporan lapangan dan
dokumen resmi dari pemerintah dan perusahaan. Diketahui dua raksasa tambang
sedang mengancam kawasan ini sebagai arena operasi pertambangan;
Pertama, PT Sulawesi
Molibdenum (PT. SMM). Perusahaan ini merupakan kesatuan vertikal yang lima Izin
Usaha Pertambangan (IUP) yakni: PT. Sumber Sembilan Emas, PT. Promistis, PT.
Era Moreco, PT. Indo Surya, PT. Inti Cemerlang.
Foto Bareng |
Secara umum
perusahaan ini beroperasi dibawah kontrol Victory West Moly Limited Ltd sebuah
perusahaan dari Australia yang banyak mendapatkan suntikan anggaran dalam
merger saham dengan Jinsiang Group sebuah raksasa tambang di China yang sedang
menanjak. Kontrol Victory atas deposit molib diseputar Dondo dilakukan dengan
pola manajemen integrasi vertikal, melalui anak perusahaan Victory West Pty,
dengan total luas konsesi 23, 747 hektar.
Kedua, PT Citra Palu Mineral
(CPM) adalah atas nama pemilik kontrak karya. Kemudian oleh PT.Bumi Resources
salah satu perusahaan skala Trans Nasional Cortporation milik Konglemerat Abu
Rizal Bakrie yang juga pejabat menteri rezim SBY-JK (sekarang Ketua Umum Golkar
terpilih periode 2009-2014). Membeli saham CPM dari PT.New Cress dengan
Komposisi Kepemilikan saham 99,9 %. Sementara Dalam Laporan Kepemilikan saham
tanggal 31 Desember tahun 2007, PT. Bumi Resources merupakan aliansi
modal dari sejumlah perusahaan raksasa yakni PT Samuel Sekuritas Indonesia
3.69%, JPMorgan Chase Bank Na Re Nominees Ltd. 1.95%, Bank of New York
1.89% dan PT Bakrie and Brothers Tbk 14.28%, serta Jupiter Asia No. 1
Pte. LTD 4.30%. Secara prinsip proses penjualan semacam ini telah melanggar
ketentuan kontrak yang tidak memperbolehkan pemindahan tangan kontrak karya.
Foto Bareng: Saat Persiapan Seminar |
Kontrak Karya emas CPM
diterbitkan pada tahun 1997 pada ditandatangani oleh Presiden RI Soeharto.
Melalui surat Presiden RI No Presiden No. B-43/Pres/3/1997 tanggal 7 Maret
1997, PT Citra Palu Mineral resmi menjadi perusahan pemegang KK generasi ke VI,
dengan bahan galian utama emas dan mineral ikutannya. Melalui East Kalimantan
Coal Pte. Ltd, Rio Tinto menguasai 90 persen saham PT CPM. Saham sisa sebanyak
10 persen dimiliki oleh PT Arlia Karyamaska. KK PT CPM seluas 561.050 hektar membentang dari Kabupaten
Buol, Tolitoli Donggala,dan Parigi Moutong (Sekarang masuk daerah Kabupaten
baru mekar Sigi Biromaru.
Ditengah
kesimpang-siuran rencana pertambangan PT CPM, keluarga Rothschild seorang
konglomerat keturunan yahudi berkebangsaan Inggris memberikan harapan baru pada
perusahaan ini. Keluarga pebisnir ini cukup disegani dikalangan pebisnis
sejawatnya. Konon kabarnya, media London tak berani menyebut sembarangan
namanya, apalagi diberitakan miring. Pasalnya, keluarga ini dikenal sebagai
salah satu pendiri Bank Sentral di negeri Inggris. Viva News melansir, dalam
rangka Go Internasional, katanya PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) dan
beberapa perusahaan dalam kelompok usaha Bakrie menandatangani perjanjian jual
beli (sale and purchase agreement) dengan Perusahaan Rothscild,
yaitu Vallar PLC (Vallar). Vallar PLC melepas sekitar 5,2
miliar saham di PT Bumi Resources Tbk (BUMI) pada harga Rp2.500 per unit atau
sekitar 75% dari total saham.
Keterlibatan Investasi Asing Dalam Pertambangan
Sambutan: Ketua Mapala Kumtapala, Anggri Juliansyah |
Alasan Pemerintah yang
sering muncul saat melakukan kebijakan privatisasi Sumber Daya Alam (SDA): 1)
menciptakan persaingan yang sehat dan menguntungkan konsumen atau untuk
memberdayakan BUMN agar lebih dinamis, transparan, kompetitif, dan meningkatkan
peran serta masyarakat dalam kepemilikan saham; 2) Di balik itu, sadar atau tidak, sesungguhnya
untuk memenuhi kepentingan negara-negara kapitalis dan perusahaan multinasional
(MNC) yang sangat bernafsu menguasai sumberdaya alam (SDA) dan pasar Indonesia.
Mereka ingin mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya melalui penguasaan
produksi khususnya Migas dan mineral dari mulai industri hulu sampai hilir atau
dari mulai produksi sampai distribusi dan pemasarannya.
Dampak-dampak Investasi Asing Bagi
Ekonomi Nasional
Pertama, Migas, baik disektor
hulu maupun hilir, akhirnya dikuasai swasta maupun asing. Di sektor hulu
menurut data produksi ESDM 2009, dari total produksi minyak dan kondensat di
Indonesia, Pertamina hanya mampu memproduksi 13,8%. Sisanya dikuasai oleh
swasta khususnya asing seperti Chevron (41%), Total E&P Indonesie (10%),
Chonoco Philips (3,6%) dan CNOOC (4,6%). Adapun liberalisasi sektor hilir
membuka kesempatan bagi pemain asing untuk berpartisipasi dalam bisnis eceran
Migas. Pada tahun 2004 saja sudah terdapat 105 perusahaan yang sudah mendapat
izin untuk bermain di sektor hilir Migas, termasuk membuka stasiun pengisian
BBM untuk umum (SPBU) (Trust, edisi 11/2004). Di antaranya adalah
perusahaan migas raksasa seperti British Petrolium (Amerika-Inggris), Shell
(Belanda), Petro China (RRC), Petronas (Malaysia), dan Chevron-Texaco (Amerika)
dan lain-lain. Pada sektor mineral enam pemain Multinasional Corporation
yakni: FREEPORT; INCO; BUMI RESOURCES; EXXON MOBILE; NEWMONT; BHP BILITON,
telah meraup untung dan mendominasi sektor mineral dan batubara di
Indonesia.
Peserta Seminar |
Kedua, turunnya penerimaan negara dari pengelolaan SDA. Akhirnya,
pendapatan negara pun bertumpu pada pajak. Tahun 1988/1989, sebelum ada
liberalisasi SDA pemasukan negara yang bersumber dari non pajak masih sekitar
50%. Namun, sejak adanya liberalisasi SDA maka mulai tahun 2002 pemasukan
negara dari non pajak hanya 29%; sisanya yang 71% dari pajak. Pada tahun 2010
kemarin, sumber pemasukan dari pajak meningkat lagi menjadi 75%. Lalu dalam
RAPBN 2011 ditingkatkan lagi menjadi 77%. Dengan demikian, rakyat terus
dizalimi dengan kewajiban membayar pajak, sekaligus dengan keharusan membeli
BBM dengan haraga yang makin mahal. (PNRB, 2010)
Ketiga, meningkatnya utang negara baik utang luar negeri maupun utang
dalam negeri dalam bentuk SUN (surat utang negara) atau obligasi Pemerintah.
Berdasarkan data yang dikeluarkan Kementerian Keuangan per 31 Desember 2010
utang Pemerintah mencapai 1.676 T. Utang ini baik bunga maupun cicilannya
membebani APBN lebih dari 25%. Pada tahun 2010, bunganya saja yang dibayar oleh
negara sebesar 124,68 triliun.(Kemenlu, 2010)
Potret Dondo
Kehadiran kedua perusahaan raksasa tambang asing
tersebut diperkirakan akan mengancam atau paling tidak sedang berhadapan
langsung dengan keberlangsungan secara sosial ekonomi dan ekologi dengan enam
(6) desa terdekat yaitu:
Ø Desa Bambapun berpenduduk 2.063
Jiwa yang terbagi dalam 415 Kepala Keluarga (KK). Luas wilayah administrasi Bambapun 128,18 Hektar dengan pembagian sebagai berikut: kawasan hutan seluas 2100 hektar,
pertanian/sawah
seluas 160 hektar
yang terdiri dari dua (2)
Hamparan). Sementara itu, area pemukiman seluas 10,4 hektar,
dan peruntukan bangunan seluas (lahan cadangan) 6 Hektar. Sisanya diperuntukan
bagi Perkebunan rakyat 465 Hektar dan perkebunan desa seluas 1,6 Hektar. Selain
itu sebagia wilayah administrasi desa ini merupakan kawasan hutan rakyat 930
Hektar dan hutan negara seluas 2000 Hektar.
Ø Desa Lais
berpenduduk 1.276 Jiwa yang terbagi dalam 274 Kepala Keluarga (KK). Wilayah
administrasi Lais seluas 3000 hektar dengan pembagian, pemukiman seluas 1.740
hektar, peruntukan bangunan 56,5 hektar.
Sementara sawah seluas 361 hektar dan perkebunan 826,5 hektar, sisanya lahan
rawa 15 Hektar dan kawasan wisata seluas 1 hektar.
Ø Desa Luwok Manipi berpenduduk 345 Kepala Keluarga (KK).
Wilayah Luwok Manipi memiliki luas 8000 hektar. Wilayah itu terbagi dalam Perkebunan
rakyat (tanpa sertifikat-land
Komunal)
3390 hektar dan perkebunan perseorangan (bersertifikat, SKT) seluas 3390 hektar. Penduduk yang mendiami desa ini terdiri dari suku Bugis, Dondo, Mandar, Duri
(Enrekang). Sementara pada kawasan hulu dihuni sebanyak 43
Kepala Keluarga Suku Lauje.
Ø Desa Ogowele berpenduduk 1.960 Jiwa yang terbagi dalam 442 Kepala Keluarga (KK) Luas Desa 85,46 hektar. Dalam tersebut terdapat tiga dusun, yang pada bagian
hulu dihuni oleh Suku Lauje yang terdiri dari pemukiman dan ladang-ladang
tradisional.
Ø Desa Ogogasang berpenduduk 499 Jiwa yang terbagi dalam 109
Kepala Keluarga (KK) Luas Desa 5,34
hektar. Desa berada dikawasan hilir tepatnya kawasan
pesisir dari
pegunungan atau kawasan yang disebutkan sebagai area konsesi tambang
tersebut.
Ø Desa Salumbia berpenduduk 2.995 Jiwa yang terbagi dalam 697
Kepala Keluarga (KK).
Wilayah Salumbia terbagi dalam, pemukiman 344 hektar, perkebunan rakyat 243 hektar, pertanian rakyat 241,5 hektar, hutan
281,49 hektar, lahan
yang belum dikelola 212 hektar, tanah rawa 64,5 hektar.
Watak Industri Ekstraktif (Pertambangan)
Peserta Seminar |
Dalam 40 tahun terakhir watak industri ekstraktif
belum banyak mengalami perubahan yang signifikan; Pertama, mitos kesejahteraan dan pemajuan tenaga
produksi dalam negeri oleh pertambangan merupakan sebuah narasi “takhayul” yang
tidak pernah terwujud kebenarnnya. Fakta-fakta disejumlah tempat patut menjadi
pengalaman. Misalnya, Kalimantan Timur yang dikatakan membawa kemajuan ternyata
tidak demikian. Laporan sejumlah NGO,
menyebutkan, hingga saat ini tak satu pun industri bertekhnologi tinggi yang
terbangun disana. Yang terjadi justru sebaliknya, daerah itu menjadi arena perdagangan
alat berat milik perusahaan luar negeri seperti Volvo, CAT, dan lain-lain.
Demikian halnya di Papua, Aceh, Bangka Belitung, dan saat ini Morowali yang
dekat dengan kita. Kenyataan disana
telah menunjukan kehancuran tatanan dan formasi sosial yang luar biasa dahsyat,
masyarakat pedesaan harus tergilas dan berdiaspora oleh konflik tanah, dan
perampasan tanah yang massif.
Sementara itu, angka penganguran pedesaan justru banyak disumbang oleh sistem
produksi pertambangan yang berwatak kolonial, keruk murah, tenaga kerja, murah,
dan keuntungan super bagi pemilik konsesi pertambangan;
Kedua, negara melalui instrument dan perangkat hukumnya
hanya menjadi fasiliator, penyedia layanan jasa investasi surat menyurat, dan
tidak mampu berdaulat dalam produksi pertambangan dari hulu ke hilir. Dengan
demikian,pertambangan hanya menjadi sarana aneksasi pribumi oleh kekuatan modal
asing yang selain tak kenal kasihan, juga membuat negara ini kehilangan tujuan
hakikinya. Dibanyak tempat, bisa dilihat, bagaiman negara seolah-olah menjadi
organisasi kriminal yang dengan telanjang mata menembaki rakyat, seperti
kejadian di Bima, dan Tiaka.
Ketiga, sejak 40 tahun yang lalu, tekhnik Pertambangan di
Indonesia menggunakan Open Pit Mining Metode, yang melibatkan
penghapusan vegetasi, dan tanah dan batuan overburden untuk mengekspos deposito
lapisan terkubur di bawahnya. Pertambangan permukaan adalah metode utama yang
digunakan untuk pertambangan batubara, batuan fosfat, agregat, besi, tembaga,
emas dan perak. Metode menambang yang buruk ini masih digunakan oleh sebagian
besar perusahaan tambang baik investasi asing secara langsung maupun oleh
perusahaan tambang dalam negeri.
Keempat, salah satu alasan investasi tambang adalah soal
alih teknologi seperti yang selama ini dicanangkan sebagaia tujuan dari investasi.
Justru sebaliknya, proses penambangan di Indonesia adalah pola pengambilan
bahan mentah bagi kebutuhan pasa global. Faktanya, (sudah anda lihat di TV, dan
berita) sebetulnya metode menambang di Indonesia sangat ketinggalan dan
cenderung tidak berhari depan, akibat sifat
dari komoditinya (Fosil) yang dikuras dan tak dapat diperbaharui.
Apa yang harus dilakukan?
Mendorong issu nasionalisasi asset asing dengan mendorong
penguasaan negara secara mayoritas dalam kontrol produksi pertambangan. Dengan
resiko kerusakan lingkungan seperti yang saya sebutkan diatas tadi, pencemaran,
banjir, dan macam-macam.
Apabila issu ini tidak
berhasil menarik simpati pemerintah dan masyarakat yang lebih luas, atau jika
semua sudah berpandangan bahwa tambang belum menjadi jawaban ekonomi masyarakat
Dondo. Maka jalan yang kedua perlu ditempuh secara mutlak adalah melakukan pengentian segala
bentuk rencana pertambangan melalui nota protes, aksi damai yang konstitusional
pada sektor pertambangan dengan issu
moratorium izin, dan ambil alih yang beroperasi dengan secara bersamaan
melakukan land reforme terhadap kaum
tani tak bertanah dipedesaan. Sebagai satu kesatuan yang integral dalam modus
dan dampak investasi pertambangan selama ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar