Pak Saini |
Dia
seorang petani tulen, hampir setiap harinya beliau berkutat, berjuang
membanting tulang demi sesuap nasi. Kebun nya seluas kurang lebih 2 hektar
dibumbuhi oleh pohon-pohon cengkih yang sangat menjanjikan masa depannya dan
keluarganya. Kini ditetapkan sebagai lahan konsesi perusahaan tambang PT.
Cahaya Manunggal Abadi (CMA).
Namanya
Bapak Saini, beliau kelahiran Malei Kecamatan Balaesang Tanjung. Namun, kini
dia berdomisili di Desa Rano. Desa Rano yang memiliki Danau itu, menjadi daya
tarik tersendiri jika kita berkunjung ke wilayah itu. Pak Saini mengakui,
dirinya kini menjadi resah, setelah mendengar sebagian wilayah Kecamatan Balaesang
Tanjung kini, dikuasai oleh perusahaan tambang PT. Cahaya Manunggal Abadi. Perusahaan
itu, menguasai sekitar 5.000 Ha wilayah Balaesang Tanjung yang, luas
keseluruhan mencapai 118,85 ha.
Berangkat
dari situlah, kegundahan hati pak Saini menjadi berlebihan. Pada tahun 2010
lalu, semenjak Izin Usaha Pertambangan telah dikantongi oleh PT CMA, pak Saini
menolak dan, bahkan memberontak saat sosialisasi yang diadakan di salah satu
desa di Kecamatan Balaesang Tanjung. Menurut pak Saini perusahaan tambang tidak
pantas masuk di wilayah Kecamatan Balaesang Tanjung. Karena selain
perkampungan, di pegunungan, khususnya pegunungan Sikumber sudah beribu-ribu pohon kelapa dan cengkih yang bediri
tegak dan, tidak ingin pindah, berpisah dari akar-akarnya.
“Waktu
itu anak saya sedang sakit Muntaber, namun ada berita dari warga, bahwa
perusahaan tambang akan mengadakan rapat di Desa Malei. Dengan berat hati, saya
meninggalkan anak saya. Saya hanya berpesan pada istri saya, ‘rawatlah
baik-baik anak kita, jika memang umurnya sampai disini, itu adalah takdir
Tuhan.’ Dan saya memutuskan untuk berangkat, dengan misi penolakan perusahaan
tambang itu,” ungkap Pak Saini, disela-sela diskusi.
“Saya
sudah siap mati, demi mempertahankan hak saya. Jadi, saya tidak tega jika,
lahan pertanian masyarakat sini di rampas oleh perusahaan tambang itu,”
lanjutnya.
Sedikit
pun ia tidak gentar melawan para penguasa dan pengusaha yang, ingin merampas
hak-hak kepemilikan warga Balaesang Tanjung. Semua resiko yang akan Pak Saini
hadapi sudah dipikirkan matang-matang. Namun, pak Saini tetap bertekad untuk
mengusir perusahaan tambang itu.
Lelaki
yang umurnya mencapai 39 tahun itu, tetap teguh dalam pendiriannya dan, ingin
meneruskan “titel” orang tuanya sebagai petani biasa. Tanahnya yang ia kelolah
sejak tahun 1997, kini telah berisi sejumlah pohon cengkih, kelapa dan, durian.
Lelaki
yang mempunyai 4 orang anak ini juga, memiliki lahan pertambangan rakyat
disekitar kebunnya itu. Namun, pihak perusahaan mengatakan bahwa, “mengapa
kalian mengambil emas di areal saya (perusahaan tambang)?” Hal itu yang membuat
pak Saini dan warga Balaesang Tanjung tidak senang. Karena menurut mereka,
kebun itu adalah kebun mereka, bukan
kebun perusahaan tambang. Pak Saini juga mengatakan, bahwa perusahaan tambang
itu tidak mempunyai etika baik. Sehingga pak Saini sudah tidak percaya kepada
perusahaan tambang manapun dan, tetap menjadi petani.
Jika Perusahaan itu memaksa untuk masuk, maka beberapa dampak yang akan ditimbulkan. Sekarang saja sudah menimbulkan dampak sosial antar masyarakat Kecamatan Balaesang Tanjung. Apalagi jika sudah tahap Eksploitasi. Maka, sudah bisa dipastikan lingkungan di daerah ini akan mengalamai degradasi, belum lagi danau Rano, dengan aneka jenis ikan didalamnya, terancam akan punah.
Jika Perusahaan itu memaksa untuk masuk, maka beberapa dampak yang akan ditimbulkan. Sekarang saja sudah menimbulkan dampak sosial antar masyarakat Kecamatan Balaesang Tanjung. Apalagi jika sudah tahap Eksploitasi. Maka, sudah bisa dipastikan lingkungan di daerah ini akan mengalamai degradasi, belum lagi danau Rano, dengan aneka jenis ikan didalamnya, terancam akan punah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar